Tanaman obat mungkin tidak sepopuler jenis tanaman lain, khususnya tanaman penghasil bahan makanan seperti buah-buahan, umbi-umbian dan sebagainya. Namun bagi sebagian orang pencinta alam, tanaman obat merupakan tanaman yang sangat populer, apalagi dengan perubahan pola hidup yang saat ini sudah mengglobal yang dikenal dengan istilah back to nature. Back to nature bukan hanya menjangkit pada pola konsumsi masyarakat, namun sudah merambah juga ke sektor-sektor lain termasuk pengobatan.
Secara global juga sudah terjadi perubahan pola pengobatan masyarakat ke obat-obat tradisional yang terbuat dari bahan alami. Tanaman obat sangat populer digunakan sebagai bahan baku obat tradisional dan jamu, yang jika dikonsumsi akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (immune system), karena tanaman ini mempunyai sifat spesifik sebagai tanaman obat yang bersifat pencegahan (preventif) dan promotif melalui kandungan metabolit sekunder seperti gingiro pada jahe dan santoriso pada temulawak yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Mengonsumsi jamu memberikan dampak preventif atau pencegahan dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan.
Jika tanaman obat yang terdapat di Indonesia mampu diproduksi sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka yang sudah diuji klinis pada manusia bisa meningkatkan levelnya menjadi kuratif atau bisa menyembuhkan. Sampai saat ini di Indonesia baru memiliki delapan obat Fitofarmaka yang sudah memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (Harian Jurnalasia, 2017).
Jenis dan Produksi Tanaman Obat di Indonesia
Tanaman obat sendiri memiliki ribuan jenis spesies. Dikutip dari PT. Sido Muncul, dari total sekitar 40.000 jenis tumbuh-tumbuhan obat yang telah dikenal di dunia, 30.000-nya disinyalir berada di Indonesia. Jumlah tersebut mewakili 90% dari tanaman obat yang terdapat di wilayah Asia. Dari jumlah tersebut, 25% diantaranya atau sekitar 7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau tanaman obat. Namun hanya 1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk bahan baku obat-obatan herbal atau jamu.
Tidak mengherankan jika kemudian Indonesia dikenal dengan julukan live laboratory. Di Indonesia sendiri, meskipun disinyalir 90% total jenis tetumbuhan berkhasiat jamu ada di Indonesia, ternyata hanya terdapat sekitar 9.000-spesies tanaman yang diduga memiliki khasiat obat. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 5% yang dimanfaatkan sebagai bahan fitofarmaka, sedangkan sekitar 1000-an jenis tanaman sudah dimanfaatkan untuk bahan baku jamu.
Di Indonesia tanaman obat juga sering dikategorikan sebagai tanaman Biofarmaka. Tanaman Biofarmaka mencakup lima belas jenis tanaman, meliputi Jahe, Laos/Lengkuas, Kencur, Kunyit, Lempuyang, Temulawak, Temuireng, Temukunci, Dlingo/Dringo, Kapulaga, Mengkudu/Pace, Mahkota Dewa, Kejibeling, Sambiloto, dan Aloe Vera atau yang akrab di telinga kita sebagai Lidah Buaya (Statistik Hortikultura, 2014). Berdasarkan data Statistik Hortikultura tahun 2014, total produksi tanaman Biofarmaka di Indonesia sebesar 595.423.212 kilogram, meningkat 9,97% dibandingkan tahun 2013. Komoditas yang memberi kontribusi produksi terbesar terhadap total produksi tanaman Biofarmaka di Indonesia, yaitu Jahe (37,98%), Kunyit (18,82%), Kapulaga (12,22%), Laos/Lengkuas (10,50%), dan Kencur (6,33%). Sementara persentase produksi untuk tanaman Biofarmaka lainnya masing-masing kurang dari 5% dari total produksi tanaman Biofarmaka di Indonesia.
Mengingat jenis tanaman obat yang sangat beragam tersebut, serta kontribusi dominan beberapa tanaman obat, maka Bunga Rampai Info Komoditi (BRIK) Tanaman Obat ini hanya memfokuskan pada beberapa tanaman obat jenis rimpang-rimpangan yang umumnya telah dibudidayakan dan sudah dimanfaatkan untuk memproduksi obat dan jamu serta khasiat dan keamanannya telah dibuktikan berdasarkan uji klinik sejajar dengan obat modern (Askan, 2004 dalam Pujiasmanto, 2016). Tanaman obat tersebut adalah Jahe, Laos/Lengkuas, Kencur, dan Kunyit.
Salah satu jenis tanaman obat yang paling popular digunakan sebagai bahan baku utama jamu dan obat tradisional adalah Jahe. Produksi Jahe nasional tumbuh rata-rata sebesar 35,9% per tahun, meningkat dari 94,7 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 303 ribu ton pada tahun 2015 (BPS, 2016). Dibandingkan dengan beberapa negara penghasil Jahe di dunia, Indonesia merupakan negara terbesar ke empat penghasil jahe setelah Tiongkok, India, dan Nepal. Total produksi jahe di dunia pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta ton dan hampir 90% berasal dari Asia atau setara dengan 1,9 juta ton.
(Disarikan dari buku Info Komoditi Tanaman Obat oleh Zamroni Salim, Ph.D dan Ernawati Munadi, Ph.D)