Dalam masa pandemi Covid-19 ini banyak ditemukan adanya badan atau orang yang menyatakan telah menemukan obat tradisional untuk penanganan Covid-19. Di saat minat masyarakat menggunakan produk obat tradisional meningkat cukup tajam dalam pandemik Covid-19 ini, sayangnya pemahaman masyarakat terhadap obat tradisional sangat beragam dan beberapa belum tepat. Asumsi-asumsi masyarakat terhadap obat tradisional sangat beragam dari yang sangat percaya bahkan menimbulkan kecanduan hingga ketidakpercayaan.
Untuk meluruskan pemahaman masyarakat terhadap obat tradisional maka perlu diketahui bahwa di Indonesia terdapat 3 macam obat herbal yang diumumkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yaitu : Obat tradisional (jamu, obat tradisional impor, obat tradisional lisensi), obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka. Sesuai keputusan Kepala BPOM No HK.00.05.4.2411 tertanggal 17 Mei 2004 tentang Ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia terdapat logo 3 macam serta kriteria masing-masing jenis.
Berdasarkan pada :
- Keputusan Kepala BPOM No HK.00.05.4.2411 tertanggal 17 Mei 2004 tentang Ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
- Peraturan BPOM No.HK 00.05.41.1384 tanggal 2 Maret 2005 tentang Kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, OHT dan fitofarmaka.
- Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional.
Kriteria obat tradisional, OHT dan fitofarmaka adalah sebagai berikut:
A. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan Jamu adalah salah satu bentuk obat tradisional.
Jamu harus memenuhi kriteria :
- aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
- klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.
- memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
- jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: ” Secara tradisional digunakan untuk …”.
Contoh jamu bermerek adalah Kuku Bima, Pegal Linu, Gemuk Sehat, Tolak Angin, Tuntas, Rapet Wangi, Kuldon, StrongPas, Tolak Angin, Antangin Mint, Antangin Jahe Merah, Darsi, Enkasari, Batugin Elixir, ESHA, Buyung Upik, Susut Perut, Selangking Singset, Herbakof, Curmino.
Pada jamu tidak boleh ada klaim khasiat menggunakan istilah farmakologi/medis seperti jamu untuk hipertensi, jamu untuk diabetes, jamu untuk hiperlipidemia, jamu untuk TBC, jamu untuk asma, jamu untuk infeksi jamur candida, jamu untuk impotensi dll.
B. Obat Herbal Terstandarisasi (OHT)
Obat Herbal Terstandarisasi (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan bahan bakunya telah distandarisasi.
OHT harus memenuhi kriteria :
- aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
- klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik (pada hewan percobaan).
- telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
- memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Contoh OHT yang beredar di Indonesia adalah Antangin JRG, OB Herbal, Mastin, Lelap, Diapet.
C. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.
Fitofarmaka memenuhi kriteria :
- aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
- klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik (pada hewan) dan klinik (pada manusia).
- telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
- Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.
Contoh fitofarmaka: Stimuno, Tensigard, Xgra, Nodiar, Inlacin, VipAlbumin plus, Rheumaneer.
Memang fitofarmaka merupakan obat herbal yang diresepkan oleh para dokter mengingat sudah teruji baik pada hewan maupun manusia.
Sesuai peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional maka apa pun bentuk sediaan yang dibuat dan didaftarkan sebagai obat tradisional, OHT atau fitofarmaka harus memenuhi parameter uji persyaratan keamanan dan mutu obat jadi yaitu : organoleptik, kadar air, cemaran mikroba (E.coli, Clostridia, Salmonella, Shigella), aflatoksin total, cemaran logam berat (Arsen, Timbal, Kadmium dan Merkuri), ditambah dengan keseragaman bobot, waktu hancur, volume terpindahkan serta kadar alkohol/pH tergantung bentuk sediaannya. Selain itu untuk OHT dan fitofarmaka harus memenuhi uji kualitatif dan kuantitatif dalam hal bahan baku (bagi OHT) dan bahan aktif (bagi fitofarmaka), serta residu pelarut (jika digunakan pelarut selain etanol). Pengujian semua parameter harus dilakukan di laboratorium terakreditasi atau laboratorium internal industri/usaha obat tradisional yang diakui oleh BPOM. Pada ketentuan peralihan dinyatakan bahwa izin edar obat tradisional yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Badan ini, tetap berlaku dan harus menyesuaikan dengan Peraturan Badan ini paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Badan ini diundangkan. Jadi memang bukan BPOM yang melakukan pengujian tersebut.
Untuk menjamin keamanan obat tradisional, BPOM memberikan daftar bahan apa saja yang dilarang untuk diproduksi dalam obat tradisional antara lain : biji saga, biji kecubung, herba efedra, gandarusa, daun tembelekan, daun kratom, daun/buah Nerium oleander, daun komfre, hewan kodok kerok serta mineral sulfur, arsen dan merkuri. Sulfur boleh dibuat untuk obat luar. Di dalam lampiran Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 terdapat bahan tambahan yang diperbolehkan untuk ditambahkan dalam obat tradisional dan pada kadar berapa (bahan pengawet, bahan pemanis alami dan buatan, bahan pewarna alami dan sintetik, bahan antioksidan, bahan lain-lain missal pengemulsi, penstabil dll).
Berhati-hatilah untuk menggunakan obat herbal, pastikan logo yang tertera dan pastikan obat herbal tersebut telah terdaftar secara resmi di BPOM dengan cara cek kebenaran obat herbal pada website pom.go.id — daftar produk — cek produk BPOM (masukkan nomor registasi atau nama produk atau merk). BPOM juga mendorong masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan cara melakukan cek atas : Kemasan, Label, Izin edar dan Kadaluwarsa (KLIK). Masyarakat dapat pula memberikan pengaduan melalui website pom.go.id — pengaduan (mengisi formulir) atau telpon 1500533.
Perlu diketahui pula bahwa pada obat tradisional (jamu dan obat tradisional impor atau lisensi), terdapat ketentuan iklan agar tidak menyesatkan masyarakat yaitu sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman periklanan: obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan-minuman. Di dalamnya tertera ketentuan larangan mengiklankan obat tradisional yang dinyatakan berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker, tuberculosis, poliomyelitis, penyakit kelamin, impotensi, tifus, kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit hati serta penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Semua iklan obat tradisional hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai dengan tujuan penggunaan yang yang disetujui dalam pendaftaran oleh BPOM. Iklan obat tradisional tidak boleh mencantumkan kata-kata: tokcer, cespleng, manjur; tidak boleh memberikan garansi kesembuhan dan tidak boleh memuat pernyataan atau testimoni dari profesi kesehatan, pakar, peneliti, panutan atau sesepuh. Masyarakat jangan mudah percaya pada obat tradisional yang dapat mengobati semua penyakit dan terdapat testimoni dari seseorang atau sekelompok orang.
Penulis : Apoteker Ika Puspitasari, MSi, PhD. (Ketua Program Studi Profesi Apoteker, Farmasi UGM)